Bung Karno, tampak khusuk berdoa kepada Allah SWT agar proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang baru saja ia proklamirkan berjalan
langgeng dan rakyat Indonesia diberi kekuatan dalam mempertahankan
kemerdekaannya. Bung Karno dengan memejamkan kedua matanya dan
mengangkat kedua tangannya berdoa di kediamannya di Jl Pegangsaan Timur
(kini Jl Proklamasi) 56, Jakarta Pusat. Doa di halaman muka kediamannya
itu sekaligus sebagai tanda syukur kepada Tuhan bahwa bangsa Indonesia
telah merdeka setelah mengalami penjajahan lebih dari tiga abad.
Di belakang Bung Karno (berkopiah hitam) tampak Kepala Barisan
Pelopor dr Muwardi. Dialah yang memimpin Barisan Pelopor termasuk satuan
PETA (Pembela Tanah Air) yang mengikuti acara proklamasi kemerdekaan 17
Agustus, 63 tahun lalu. Sedangkan di bagian belakang (berkacamata)
tampak Wali Kota Jakarta Raya, Sudiro.
Selama dua hari (19-20 Agustus 2008) di Jakarta telah berlangsung
seminar Rekonstruksi Rumah Bung Karno, agar generasi muda dan generasi
mendatang mengetahui bagaimana bentuk gedung proklamasi ketika
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 63 tahun lalu. Sekitar 150 hadirin
yang terdiri para pejuang kemerdekaan, sejarawan, Dewan Harian Angkatan
45, perintis kemerdekaan setuju perlunya dibangun kembali kediaman Bung
Karno yang telah digusur sejak tahun 1961. Kemudian dijadikan sebagai
Gedung Pola semacam Bappenas sekarang ini.
Untuk rekonstruksi kediaman Bung Karno diperlukan dana sekitar Rp 10
miliar. Tapi, masalah biaya ini tidak jadi kandala. Hanya perlu
persetujuan pemerintah mengingat pembongkaran kediaman Bung Karno yang
amat bersejarah itu dilakukan oleh presiden pertama RI itu. Menurut Bung
Karno, dia membongkar bekas kediamannya itu karena lebih mengutamakan
tempatnya dan bukan gedungnya. ”Sebab, saya taksir gedung itu paling
lama 100 tahun, mungkin tidak sampai. Itu sebabnya saya suruh bongkar,”
kata Bung Karno dalam wawancara dengan Solicih Salam dalam buku Putera
Fajar.
Bung Karno tinggal di Jl Proklamasi 56, sejak zaman Jepang (1942)
setelah diasingkan ke Bengkulu. Dia meninggalkan kediamannya pada
Januari 1946 setelah NICA (tentara Belanda) yang datang menumpang
pasukan sekutu makin beringas untuk kembali menjajah RI. Di rumah
kediamannya itulah Bung Karno melantik kabinet pertama RI. Dan, di
tempat itu pula ditandatangani persetujuan Linggarjati antara PM Syahrir
dan Belanda.
Pada tahun 1957 ketika pecah dwitunggal Soekarno-Hatta di tempat
inilah diadakan pertemuan kedua tokoh untuk mencapai kerukunan nasional.
Karena persetujuan tidak tercapai, Kerukunan Nasional dipelesetkan
menjadi ‘Keruk nasi’.
(Sumber: http://alwishahab.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar