Rabu, 28 Maret 2012

WordPress, Tumbuh dan Menumbuhkan

Saat ini Pengguna WordPress terus tumbuh. Dulunya WordPress yang hanya digunakan sebagai sarana blogging, sekarang telah banyak berkembang dan tidak sedikit yang menggunakannya sebagai CMS, Forum, Social Network, Multi User, dan masih banyak kustomisasi lainnya. Perkembangan yang demikian pesat ini tentu saja berkat dukungan dari pengembang WordPress sendiri yang sangat terbuka dan rutin melakukan pembenahan, penambahan dan perbaikan yang akhirnya banyak juga yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tidak sedikit juga yang bisa berbisnis dengan WordPress ini. Mereka membuat premium themes dan plugin yang mana secara tidak langsung memudahkan pengguna WordPress, terutama sekali pengguna awam ataupun pengguna WordPress demi tujuan media marketing atau biasa disebut para penggiat pebisnis online.
Perkembangan WordPress yang bisa dibilang cukup cepat ini karena pihak WordPress.org dan Automattic (perusahan dibelakang WordPress.com dan WordPress.org) ini berdiri orang2 yang sangat kompeten untuk membuat sesuatu yang bermanfaat untuk kalayak banyak. Mereka rutin mengadakan WordCamp yang diadakan diberapa belahan dunia termasuk di Indonesia.

Disetiap acara WordCamp, selalu diberikan bocoran apa dan bagaimana WordPress kedepannya. Pada event ini juga banyak diadakan semacam demo beberapa perusahaan yang juga antusias dengan WordPress. Sehingga adanya event ini semacam silaturahmi antara pengembang WordPress dan pengembang pendukung, pengguna WordPress diberbagai pelosok dunia.

Kalau menilik kebelakang, kelahiran WordPress ini tidak bisa dilepas dari B2Evolition sebuah CMS yang juga sederhana dan oleh Matt dibuatkan turunannya sehingga lahirlah WordPress ini.

WordPress.org dan WordPress.com

Serupa tapi tak sama, itulah yang bisa kami ungkapkan antara WordPress.org dan WordPress.com ini. Kedua2nya berasalah dari Core yang sama, akan tetapi WordPress.com ini bersifat gratis (ada beberapa layanan premium dan VIP untuk menikmati kelebihan2 lain) dan kita tidak diribetkan dengan installasi dan konfigurasi teknis lainnya. Layanan ini siap pakai. Sedangkan kakaknya WordPress.org adalah lebih kustom dan kita membutuhkan server serta domain untuk menggunakannya. Dengan WordPress.org ini dibutuhkan sedikit kemampuan teknis dalam pennggunannya.

Walau tidak dipungkiri, ukurang file2 WordPress ini semakin membengkak yang mana tidak bisa dihindari karena adanya penambahan fitur2 baru yang itu tidak bisa di hindari. Kami masih yakin WordPress kedepannya ini masih menjadi hal yang penting ditengah maraknya layanan lain seperti (Facebook, Twitter, Tumblr dan lain)… Jadi berapakah anda mempunyai blog saat ini? Dan berapa dari blog2 itu yang menggunakan WordPress?

sumber : Ngonoo.com

Selasa, 20 Maret 2012

Lima Presiden Indonesia Pernah Ditipu

Penipu ‘masuk Istana’ ternyata punya sejarah yang cukup panjang. Baiklah kita mulai pada tahun 1950-an, pada masa pemerintah Presiden Soekarno.

================================================
Presiden Soekarno
Ada seseorang yang mengaku Raja Kubu - suku anak dalam di Jambi. Tidak tanggung-tanggung, dia memberi gelar dirinya Raja Idrus dan istrinya Ratu Markonah.
Pasangan ’suami istri’ itu, entah bagaimana prosesnya, mendapat pemberitaan pers, termasuk foto-foto keduanya. Maka, sejumlah pejabat negara memberikan penghormatan luar biasa pada ‘raja’ dan ‘ratu’ tersebut.
Rupanya ada seorang pejabat yang menghubungi Presiden Soekarno dan kemudian memperkenalkannya. Di Istana, ’suami-istri’ yang sebenarnya adalah penarik Becak dan pelacur itu sempat diterima sebagai tamu kehormatan di Istana Merdeka. Mereka juga diberi uang, menginap dan makan gratis di hotel-hotel mewah. Termasuk mengunjungi Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Kedok penipuan mereka terbongkar saat berjalan-jalan di Jakarta. Ada seorang tukang becak yang mengenali ‘Raja’ Idrus, teman seprofesinya di Tegal. Sedang sang ‘maharani’ juga terbongkar berprofesi sebagai pelacur kelas bawah di kota yang sama. Konon, keduanya bertemu di sebuah warung kopi di Tegal. Kemudian sepakat untuk menjalankan aksi penipuan itu. Keistimewaan Markonah selalu memakai kaca mata hitam baik siang maupun malam. Rupanya sebelah matanya picek.

================================================
Presiden Soeharto
Pada masa Soeharto, di era 1970-an, juga terjadi penipu kelas kakap. Penipunya bernama Cut Zahara Fona, asal Aceh. Meski tidak tamat SD, dia memiliki ide jenius. Dia, yang selalu mengenakan kain batik, mengklaim bahwa janin yang ada diperutnya bisa berbicara dan mengaji.
Karuan saja, kabar itu menggegerkan masyarakat, apalagi diberitakan secara luas di surat kabar dan majalah. Konon, tiras sebuah harian ibukota terdongkrat naik, karena tiap hari membuat berita tentang ‘bayi ajaib’ di perut Cut Zahara.
Masyarakat yang banyak berdatangan pun rela untuk nguping di perutnya yang dilapisi kain untuk mendengar ‘bayi ajaib’ itu berbicara atau mengaji. Bukan hanya rakyat biasa, ada juga pejabat yang meyakininya. Termasuk Wakil Presiden Adam Malik yang mengundang Cut Zahara ke Istana Wapres. Bahkan, Menteri Agama KH Mohamad Dachlan termasuk orang yang meyakininya. Untuk meyakininya, ia menyatakan bahwa Imam Syafi’ie selama tiga tahun berada di kandungan ibunya.
Cut Zahara Fona dan suaminya pernah diperkenalkan oleh Sekdalopbang (Sekretaris Pengendalian Pembangunan) Bardosono kepada Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto. Perkenalan ini dilakukan di Bandara Kemayoran setelah keduanya tiba dari lawatan luar negeri. Tapi, rupanya Ibu Tien termasuk orang yang kurang yakin terhadap ‘bayi ajaib’-nya Cut Zahara Fona. Apalagi wanita Aceh itu menolak ketika hendak diperiksa di RSCM.
Konon, Ibu Tienlah yang menggeledah dan mendapatkan bahwa bicara dan mengaji itu hanya berasal dari tape recorder kecil yang disisipkan di perut Cut Zahara. Kala itu memang belum banyak perekam suara sekecil milik Cut.
Meskipun kedoknya terbongkar, ‘bayi ajaib’ tersebut bukan hanya mendapat perhatian masyarakat Indonesia, tapi juga dunia internasional. Hingga ada permintaan dari Pakistan agar Cut dan suaminya berkunjung ke sana. Bahkan, ada yang meramal ‘bayi ajaib’ itu, bila lahir akan menjadi Imam Mahdi.

================================================
Presiden Abdurrahman Wahid
Setelah tidak terdengar kasus Istana pada masa Presiden BJ Habibie, yang memang pendek masa jabatannya, pada masa Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) kembali terjadi penipuan yang mengaitkan Istana Negara. Pelakunya adalah Soewondo, yang biasa keluar masuk Istana karena jadi tukang pijat Gus Dur.
Orang yang dianggap ‘dekat’ dengan orang nomor satu di Indonesia itu berhasil menipu Yayasan Dana Kesejateraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (BULOG) dan dituduh membobol uang yayasan hingga Rp 35 miliar. Soewondo sempat kabur, namun kemudian ditangkap polisi di kawasan Puncak, Jawa Barat. Pengadilan memvonisnya 3,5 tahun penjara.
Kasus tersebut sempat menyita perhatian khalayak dan menjadi senjata pamungkas bagi lawan-lawan politik Gus Dur, yang membantah telah memerintahkan pencarian dana itu. Namun, akhirnya Gus Dur lengser juga dari jabatannya gara-gara kasus yang dikenal dengan istilah Buloggate tersebut.

================================================
Presiden Megawati
Pada masa Presiden Megawati, skandal ‘penipuan’ kembali terjadi. Kali ini yang diperdaya adalah Menteri Agama Kiai Said Agil Almunawar. Menteri yang bergelar profesor dan hafidz Alquran ini memimpin penggalian situs di Batutulis Bogor yang diyakini memendam harta karun yang nilainya dapat untuk membayar seluruh utang negara.
Menurut Said Agil, Presiden Megawati mengetahui rencana penggalian situs bersejarah yang konon peninggalan Kerajaan Pajajaran itu. Sayangnya, harta karun yang dicari hanya pepesan kosong. Said Agil sendiri kini masih ditahan dalam kasus tuduhan korupsi uang haji.
Moga-moga penghuni Istana yang menjadi lambang kebanggaan bangsa, negara dan rakyat Indonesia, itu tidak lagi menjadi korban penipuan

================================================
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Sejumlah ilmuwan menilai Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ‘tertipu’ dalam kasus blue energy (energi biru). Seorang pria asal Nganjuk, Joko Suprapto, mengaku bisa memproduksi minyak mentah dari air. Dari biang minyak itu bisa dihasilkan bahan bakar sekelas minyak tanah hingga avtur.
Presiden SBY yakin itu merupakan sumbangan Indonesia bagi dunia, di tengah makin meroketnya harga minyak. Sementara, negara dibikin pusing tujuh keliling oleh dampak dari kenaikan itu. Karuan saja, sejumlah pihak, termasuk para ilmuwan, menyesalkan informasi yang belum valid bisa diterima oleh SBY. Kabarnya Joko kini dilaporkan ke polisi.

Fakta Perselingkuhan

1. Hubungan perselingkuhan lebih awet ketimbang seks sesaat
Perlu Anda ingat, berselingkuh tak melulu menuju pada hubungan seks. Justru menurut penelitian, 60 persen responden mengaku pernah menjalani 'hubungan istimewa' dengan orang lain selain pasangannya selama 1-6 bulan. Sedangkan hanya 12 persen perempuan dan 15 persen laki-laki yang mengaku berhubungan seks dengan selingkuhannya.

2. Perselingkuhan memiliki kecenderungan terus berlanjut
Sebuah penelitian membuktikan bahwa sekali orang pernah berselingkuh, maka dia akan melakukannya lagi di kemudian hari. Sebanyak 22 persen pria yang menjadi responden penelitian mengaku telah berselingkuh berkali-kali, sedangkan 17 persen di antaranya bahkan sudah berselingkuh sebelum masuk ke dalam kehidupan pernikahan.
Sedangkan 15 persen responden wanita mengaku pernah menyelingkuhi suaminya lebih dari 3 kali. Sebanyak 49 responden laki-laki yang mengaku hanya berselingkuh satu kali, sedangkan jumlah pada responden wanita yang hanya berselingkuh satu kali adalah 55 persen.

3. Ketidakpuasan seksual seringkali menjadi alasan
Kebosanan dan hilangnya ketertarikan terhadap pasangan masih menjadi alasan berselingkuh. Dari hasil penelitian terbukti, hanya 31 persen wanita dan 25 persen pria yang mau membicarakan masalah seksnya pada pasangan. Sisanya memilih diam dan mencari pelampiasan yang lain.

4. Perselingkuhan tak bisa dimaafkan sepenuhnya
Mungkin ada banyak pasangan yang bisa kembali utuh pasca kisah perselingkuhan yang dialami. Namun menurut penelitian, luka akibat pengkhianatan itu tak bisa sepenuhnya sembuh. 43 persen pria dan 61 persen wanita membutuhkan waktu kurang lebih satu setengah tahun untuk melupakan pengkhianatan yang dilakukan pasangannya. Sedangkan 11 persen pria dan 20 persen wanita mengaku tak lagi merasakan cinta pada pasangannya setelah diselingkuhi. Perasaan cinta itu sudah berubah menjadi benci.
Hasil penelitian ini tentu saja tak selamanya benar. Namun fakta-fakta di atas bisa menjadi bahan pertimbangan Anda ketika hubungan yang dimiliki tak berjalan di jalur yang benar.
Kunci sukses sebuah pernikahan adalah rasa puas terhadap pasangan. Jika ada kekurangan pada orang yang Anda cintai, lebih baik didiskusikan. Jangan sampai kekurangan yang Anda rasakan diisi oleh orang lain.

Sabtu, 17 Maret 2012

Mengatasi Atasan yang Tidak Lebih Pintar dari Kamu

Seperti yang kamu mungkin sudah tahu, yang namanya atasan itu manusia juga. Sangat mungkin mereka memiliki kelemahan, seperti misalnya lebih bodoh dibanding kamu. Apalagi kalo kamu dulunya adalah lulusan Tim Olimpiade Fisika. Bagaimanapun juga, menjadi seorang atasan itu tidak hanya ditentukan oleh kepintaran, melainkan:
  1. Kedekatan dengan yang punya /  bos besar perusahaan
  2. Pandai menjilat
  3. Lama bekerja di perusahaan tersebut
Nah, 3 hal tersebut lebih penting ketimbang sekedar kepintaran atau kemampuan memimpin. Itu adalah kenyataan pahitnya, Emily yang baik. Jadi wajarlah kalau kamu sering mendapati atasan yang bodoh atau bahkan terlihat tidak kompeten.
Nah, jadi bagaimana kamu harus menghadapi atasan yang gak lebih pintar dari kamu? Mari kita bagi cara menghadapinya berdasarkan apakah bos kamu baik atau tidak.


Jika Bos Kamu Baik…

Jika bos kamu baik, maka pastinya kamu gak terlalu keberatan kalo dia lebih bodoh dari kamu. Malah kemungkinan kamu gak terlalu menyadari kebodohannya. Nah, jadi bagaimana cara menghadapi bos yang gak lebih pintar dari kamu tapi baik? Ya dikasih tau aja baik-baik kalo dia mulai kelihatan bego. Bukan nunjukkin kebodohannya ya, tapi justru ngasih tau apa yang bener. Gak papa lah kalo dia baik, siapa tau ntar kamu dikasih promosi.


Jika Bos Kamu Brengsek…

Nah, ini yang jadi masalah. Udah bego, suka marah-marah gak jelas, gak bisa ngapresiasi kerjaan orang, trus suka nyolong ide kamu lagi. Gimana cara mengatasinya?
1. Jangan share ide terbaik kamu
Menghadapi bos yang brengsek, kamu harus selalu berhati-hati. Jangan memberikan ide-ide terbaik kamu, karena kemungkinan si bos brengsek bisa nyolong ide kamu dan bilang kalo itu ide dia. Jadi mending kamu diem-diem aja, trus pas rapat besar (kalo bisa pas ada bos besar) kamu share ide super brilian kamu di depan khalayak ramai. Jadi keliatannya kamu yang pinter dan superior dibanding atasan kamu gitu. Asik!
2. Tunjukin Dia Bego di Depan Umum
Kalo bos kamu ini brengsek dan suka marahin kamu di depan umum, maka tidak salah juga kalo kamu menunjukkan dia bego di depan umum. Caranya? Jangan kasih tahu dia hal-hal benar yang dia perlu tahu. Biarin aja dia kelihatan bego, trus pas lagi ngomong di depan umum, kamu koreksi statement-nya dia berkali-kali. Kamu bakal kelihatan pinter dan dia kelihatan bego. Keren!
3. Kasih Les Privat
Daripada kamu cuma membodoh-bodohi dia, mungkin ada baiknya kamu malah mencari untung dari kebodohannya dia. Datengin dia dengan proposal les privat. Bilang kalau kamu mau ngajarin dia beberapa hal supaya dia pinteran dikit gitu. Bayarannya harus mahal dong pastinya.
Nah, itulah usul dari MBDC. Pesan moralnya: kalo jadi bos jangan brengsek, karena kalo kamu baik, gak pinter pun bawahan kamu gak akan keberatan. Sekian.

Kompeni Mandi Seminggu Sekali

Batavia pada masa VOC pernah dijuluki Venesia dari Timur. Venesia adalah kota di Italia yang dikelilingi oleh sungai-sungai. Kota di Eropa Selatan ini didatangi banyak wisatawan mancanegara yang ingin menikmati wisata air.

Ketika membangun Batavia (1619), Jan Pieterzoon Coon, ingin meniru kota Amsterdam dengan membangun belasan kanal. Rumah-rumah dibangun di tepi kanal dengan pekarangan luas. Di tiap sisinya ditanam barisan pohon yang membuat jalan-jalan di sekiitarnya begitu menawan dan tampak sejuk.
Walau air melimpah di Batavia, tapi para serdadu Kompeni yang datang dari Belanda sangat takut pada air dan jarang mandi. Ini sesuai dengan kebiasaan di negerinya yang beriklim dingin. Padahal, masyarakat di iklim tropis mandi sehari dua kali.

Karena mengikuti kebiasaan di negaranya, sampai tahun 1775 masih ada perintah gubernur jenderal yang melarang pemaksaan terhadap soldadoe garnizun agar mandi sekali seminggu. Jadi, untuk mandi pun harus dikeluarkan SK Gubernur Jenderal. Tapi, para istri mereka yang hampir seluruhnya lahir di Indonesia tak terlihat takut pada air dibandingkan suami-sumai mereka yang datang dari Belanda.

Kita dapat membayangkan bagaimana baunya warga kompeni bila mereka mandi hanya seminggu sekali. Tidak diketahui apakah pada abad ke-17 dan 18 itu sudah ada handuk untuk membersihkan badan, mengingat mereka mandi seminggu sekali. Sabun pun ketika itu belum ada. Mereka membersihkan badan dengan semacam batu yang pori-porinya terbuka.

Gubernur Jenderal VOC juga pernah mengatur pemanfaatan Kali Ciliwung di sekitar kota tua. Salah satunya, penduduk tidak boleh BAB (buang air besar) sembarang waktu di Ciliwung. Mereka baru dibolehkan membuang kotoran manusia di Ciliwung mulai pukul 10 malam hingga menjelang pagi.
Lalu bagaimana bila penduduk ingin BAB sebelum waktu tersebut? Mereka BAB di ember atau pispot. Di tiap rumah terdapat kamar yang menyediakan ember untuk BAB dan buang air kecil. Semacam toilet dan WC sekarang ini.

Baru menjelang pukul 10 malam, ember-ember yang berisi kotoran manusia itu ramai-ramai di buang ke Ciliwung. Untuk BAB orang duduk di kursi yang tengahnya berlobang dan di bawahnya terdapat ember atau pispot.

Kebiasaan itu dapat kita saksikan pada gedung-gedung tua di Jakarta, termasuk Gedung Museum Sejarah Pemprov DKI Jakarta di Jalan Falatehan. Gedung yang dibangun pertengahan abad ke-18 dan sejumlah gedung lainnya di kawasan ini tidak memiliki toilet, dan baru dibangun kemudian.

Ada suatu kebiasaan kala itu yang sangat tidak sehat. Penduduk, khususnya orang Belanda, meminum air Ciliwung tanpa lebih dulu dimasak, kecuali disaring. Menyebabkan mereka menjadi sangat tidak sehat. Hingga dikepung berbagai penyakit, seperti disentri, muntah berak dan diare yang sudah menjadi penyakit endemik di Batavia.

Ketika itu Ciliwung tidak luput dari sampah, sekalipun sampah organik karena belum ada sampah plastik dan limbah industri. Orang Cina yang meminum air teh yang terlebih dulu dimasak lebih sehat dan hanya sedikit menderita penyakit tersebut.

Berpedoman peta abad ke-16, saya mendatangi Jalan Tongkol, sekitar 200 meter dari pintu air Pelabuhan Sunda Kalapa, Pasar Ikan, Jakarta Utara. Tempat kumuh ini, pada abad ke-17, merupakan benteng kota Batavia.

Di dalam benteng kota berupa bangunan persegi empat dengan tiap sudutnya terdapat bastion sebagai tempat pertahanan bila menghadapi ancaman musuh. Benteng ini dihancurkan pada 1810 oleh gubernur jenderal Herman Willem Daendels karena dianggap sebagai kota yang sangat tidak sehat.

Meskipun disuruh memilih ibukota baru antara Semarang atau Surabaya, tapi Daendels memilih ‘Weltevreden’ sekitar 15 km selatan kota tua. Karena kekurangan biaya, reruntuhan benteng digunakan untuk membangun istana di Lapangan Banteng, yang kini menjadi gedung Departemen Keuangan.

Di dalam benteng atau kastil Batavia terlihat sejumlah bangunan besar dari bata dengan atap genteng. Benteng Batavia merupakan pusat perdagangan VOC ke berbagai penjuru dunia. Terdapat istana gubernur jenderal, rumah dewan penasihat Hindia Belanda, para saudagar, pegawai, rumah tinggal walikota, para anggota Dewan Hindia, kepala seksi akomodasi, pemegang pembukuan, pengacara umum, para kapten, ketua sekretariat dan ruang persenjataan.

Juga terdapat dapur dan tempat pembuatan roti yang merupakan makanan pokok warga Belanda. Terdapat pula ruangan untuk penjaga penjara dan gudang-gudang. Tidak ketinggalan rumah dokter dan apotik. Semuanya dilindungi oleh bastion dan parit pertahanan benteng yang selama 24 jam dijaga oleh militer.
Meskipun pejabat VOC tinggal di dalam kastil namun kebanyakan pejabat tingginya memiliki tempat tinggal kedua di luar kota atau pedesaan di luar Batavia.

Dari awal orang Cina merupakan bagian penting penduduk. Gubernur Jenderal JP Coen berusaha mengajak semua saudagar Cina di Banten untuk pindah ke Batavia. Tapi usaha ini ditentang keras oleh Sultan Banten yang mengerti bila orang Cina pergi perniagaan di Banten akan lenyap.

Tapi akhirnya, ketika menghadapi musim paceklik di Banten, mereka pindah ke Batavia. Awalnya perkampungan Cina berdekatan dengan Pasar Ikan, sekitar 2-3 km dari Glodok. Kala itu pemukiman Cina berpenghuni 800 orang dan 10 tahun kemudian 2000 orang.

Seperti Belanda, imigran Cina ke Indonesia tanpa disertai istri. Mereka mengawini para budak dan penduduk setempat, tapi berusaha mendidik putra-putrinya berpegang teguh pada adat istiadat budaya negeri leluhurnya.
(Sumber: http://alwishahab.wordpress.com)

Bung Karno Berdoa Setelah Proklamasi

Bung Karno, tampak khusuk berdoa kepada Allah SWT agar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang baru saja ia proklamirkan berjalan langgeng dan rakyat Indonesia diberi kekuatan dalam mempertahankan kemerdekaannya. Bung Karno dengan memejamkan kedua matanya dan mengangkat kedua tangannya berdoa di kediamannya di Jl Pegangsaan Timur (kini Jl Proklamasi) 56, Jakarta Pusat. Doa di halaman muka kediamannya itu sekaligus sebagai tanda syukur kepada Tuhan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka setelah mengalami penjajahan lebih dari tiga abad.

Di belakang Bung Karno (berkopiah hitam) tampak Kepala Barisan Pelopor dr Muwardi. Dialah yang memimpin Barisan Pelopor termasuk satuan PETA (Pembela Tanah Air) yang mengikuti acara proklamasi kemerdekaan 17 Agustus, 63 tahun lalu. Sedangkan di bagian belakang (berkacamata) tampak Wali Kota Jakarta Raya, Sudiro.

Selama dua hari (19-20 Agustus 2008) di Jakarta telah berlangsung seminar Rekonstruksi Rumah Bung Karno, agar generasi muda dan generasi mendatang mengetahui bagaimana bentuk gedung proklamasi ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 63 tahun lalu. Sekitar 150 hadirin yang terdiri para pejuang kemerdekaan, sejarawan, Dewan Harian Angkatan 45, perintis kemerdekaan setuju perlunya dibangun kembali kediaman Bung Karno yang telah digusur sejak tahun 1961. Kemudian dijadikan sebagai Gedung Pola semacam Bappenas sekarang ini.

Untuk rekonstruksi kediaman Bung Karno diperlukan dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, masalah biaya ini tidak jadi kandala. Hanya perlu persetujuan pemerintah mengingat pembongkaran kediaman Bung Karno yang amat bersejarah itu dilakukan oleh presiden pertama RI itu. Menurut Bung Karno, dia membongkar bekas kediamannya itu karena lebih mengutamakan tempatnya dan bukan gedungnya. ”Sebab, saya taksir gedung itu paling lama 100 tahun, mungkin tidak sampai. Itu sebabnya saya suruh bongkar,” kata Bung Karno dalam wawancara dengan Solicih Salam dalam buku Putera Fajar.

Bung Karno tinggal di Jl Proklamasi 56, sejak zaman Jepang (1942) setelah diasingkan ke Bengkulu. Dia meninggalkan kediamannya pada Januari 1946 setelah NICA (tentara Belanda) yang datang menumpang pasukan sekutu makin beringas untuk kembali menjajah RI. Di rumah kediamannya itulah Bung Karno melantik kabinet pertama RI. Dan, di tempat itu pula ditandatangani persetujuan Linggarjati antara PM Syahrir dan Belanda.

Pada tahun 1957 ketika pecah dwitunggal Soekarno-Hatta di tempat inilah diadakan pertemuan kedua tokoh untuk mencapai kerukunan nasional. Karena persetujuan tidak tercapai, Kerukunan Nasional dipelesetkan menjadi ‘Keruk nasi’.

(Sumber: http://alwishahab.wordpress.com)

Ajaran Klasik

Kenapa korupsi meningkat?
Kenapa kejahatan dan kriminalitas semakin banyak?
Kenapa para penipu berkeliaran bebas di mana-mana?
Kenapa kebenaran tertutup oleh kebusukan?
Kenapa rantai prostitusi tidak bisa diputus?
Kenapa terjadi kesewenang-wenangan?
Kenapa pedang hukum dan keadilan sepertinya menjadi tumpul?
Kenapa sejarah tidak juga berubah?
Kenapa….
???
Jawaban kuno :
Setiap orang ingin hidup sejahtera, tetapi kebanyakan orang lupa bahwa kesejahteraan itu ada di belakang setiap perbuatan baik.

(Sumber: cerminsejarah.wordpress.com)

Perempuan yang Menggentarkan Rezim, Marsinah Pahlawan Kaum Buruh

TERSEBUTLAH seorang perempuan yang bernama Marsinah, berasal dari desa Nglundo, Sukomoro, lahir pada tanggal 10 April 1969, ia berasal dari kalangan buruh tani yang kemudian dipaksa mencari pekerjaan di kota akibat lahan pertanian yang semakin sempit dan kemiskinan masyrakat pedesaan. Ia kemudian memperoleh pekerjaan sebagai buruh di sebuah pabrik arloji, PT Catur Putra Surya, Porong, Sidoarjo, Surabaya. Sosoknya yang selalu dikenang oleh kaum buruh dan aktivis karena kematiannya yang tragis disaat menjalankan protes terhadap perusahaan tempatnya bekerja.

Setelah menghilang selama 3 hari, tubuhnya ditemukan tak bernyawa di hutan di dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, pada tanggal 8 Mei 1993 (yang kemudian dikenal sebagai Hari Marsinah). Hingga hari ini kasusnya masih belum menemukan kejelasan tentang siapa yang sebenarnya bertanggung jawab.


Ia Dibunuh, Tulang Panggul dan Lehernya Hancur

Dimulai dengan unjuk rasa yang dilancarkan oleh para buruh PT Catur Putra Surya pada tanggal 3 dan 4 Mei, karena kenaikan upah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebesar 20 persen gaji pokok tidak kunjung dipenuhi oleh perusahaan. Mereka menuntut kenaikan gaji dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 dan tunjangan sebesar Rp550 perhari. Marsinah, adalah salah seorang buruh yang aktif dalam rapat-rapat dan aksi-aksi tersebut meski pun ia bukan lah anggota serikat buruh karena kesibukannya di kerja-kerja sampingan lainnya demi mengumpulkan duit dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada tanggal 3 Mei, aksi mereka dihalang-halangi oleh Koramil setempat, tapi semangat para buruh tidak surut, malah pada tanggal 4 Mei mereka melancarkan aksi mogok total dengan 12 tuntutan mereka, termasuk tuntutan upah, tunjangan dan pembubaran Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada tanggal 5 Mei, Marsinah menjadi salah satu wakil buruh dalam perundingan dengan pihak perusahaan.

Namun pada siang hari tanggal 5 Mei, sebanyak 13 orang buruh rekan Marsinah dibawa ke Kodim. Disana mereka diinterogasi dibawah tuduhan melakukan rapat gelap, penghasutan dan dipaksa untuk menandatangi penyataan mengundurkan diri dari perusahaan. Demi mengetahui hal yang dinilainya janggal ini, Marsinah mendatangi markas Kodim seorang diri untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya.

Sepulangnya dari Kodim, keberadaan Marsinah tidak diketahui selama 3 hari hingga akhirnya ditemukan tidak bernyawa pada tanggal 8 Mei 1993, pada saat itu usianya 24 tahun. Kematiannya menyedot perhatian masyarakat luas, bahkan di tahun yang sama pula, ia memperoleh penghargaan Yap Thiam Hiem.

Dibawah sorotan masyarakat, pada tanggal 30 September 1993, sebuah tim penyidik dibentuk oleh pemerintah Jawa Timur. Hasilnya, 10 orang tersangka, yang salah satunya adalah anggota TNI, ditangkap dan diadili hingga tingkat kasasi Mahkamah Agung dan kemudian divonis tidak bersalah dan dibebaskan. Pada proses peradilan ini pun menyimpan banyak kejanggalan, misalnya saja penangkapan 8 petinggi PT Catur Putra Surya yang misterius dan pengalihan alibi menjadi pembunuhan dan pemerkosaan.

Di proses peradilan disebutkan bahwa Marsinah mengalami perkosaan, namun yang tidak pernah diungkap ke pengadilan saat itu adalah bahwa tidak ditemukan bukti-bukti kerusakan pada tubuh Marsinah yang mengarah kepada tindak pemerkosaan. Pada saat tubuhnya diotopsi ulang, hasil forensik menyatakan bahwa tulang panggul dan leher Marsinah hancur dan bukan disebabkan oleh pukulan benda tumpul. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan dari berbagai kalangan dan menganggap ada rekayasa dalam kasus pembunuhan Marsinah dan proses peradilannya.

Kasus Marsinah sudah pernah berusaha diangkat kembali oleh berbagai kalangan, namun tidak juga menunjukkan titik terang, hal ini menunjukkan betapa terpinggirnya posisi buruh dan rakyat kecil di dalam proses peradilan Indonesia. Sementara itu, rekan-rekan Marsinah di PT. Catur Putra Surya melanjutkan perjuangan dan membentuk Serikat Buruh Kerakyatan yang berafiliasi kepada Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Konfederasi KASBI).

Mereka Takut Pada Marsinah, Mereka Takut Pada Kaum Buruh!

Peristiwa tersebut paling tidak menunjukkan bagaimana negara, pengusaha dan militer berkongkalikong untuk merampas kesejahteraan rakyat kecil dan juga bagaimana rentannya posisi perempuan dalam perjuangan pembebasan rakyat dari penindasan. Kasus Marsinah yang mengandung indikasi campur tangan militer dalam usaha penghancuran gerakan buruh di era Soeharto berusaha dikaburkan lewat alibi bahwa pembunuhan itu adalah kasus pemerkosaan, meski bukti hanya menunjukkan bahwa ia mengalami penganiayaan berat dan bukan diperkosa.

Hal ini juga adalah tendensi patriarkis rezim ORBA yang masih bertahan hingga hari ini, kematian Marsinah yang berlatar belakang politik pengekangan gerakan buruh berusaha dikaburkan menjadi sebuah kasus pemerkosaan. Di dalam kacamata patriarkis, pemerkosaan adalah sebuah kasus kriminal biasa yang tidak bernilai politis seperti isu penghancuran gerakan buruh atau penghalangan perjuangan buruh, sehingga menjadikan kasus Marsinah sebagai kasus pemerkosaan akan meredam efek politis dari kematianya.
Rezim berhasil menghilangkan jasad dan nyawa Marsinah dari muka bumi, tapi mereka tidak akan pernah berhasil menghapuskan sosok dan semangat Marsinah dari para buruh dan kaum gerakan Indonesia. Marsinah yang kondisinya sama dengan buruh-buruh berupah rendah lainnya menjadi prasasti pengingat bahwa untuk mendapatkan kesejahteraan yang memang haknya, kaum buruh akan berhadapan langsung dengan rezim; pemilik modal, pemerintah dan militer. Di masyarakat luas pun sosok Marsinah dikenang sebagai sebuah satire negara demokrasi.

Bertahun setelah kematiannya, Marsinah menjadi sosok yang subversif bagi rezim. Beberapa karya seni yang mengangkat kisah Marsinah dihalang-halangi oleh pemerintah, seperti film Marsinah karya Slamet Rahardjo yang oleh Menakertrans Jacob Nuwa Wea sempat diminta untuk ditunda rilisnya dan pementasan drama monolog Marsinah menggugat oleh Ratna Sarumpaet dilarang oleh kepolisian Malang meski pun sebelumnya sudah sukses diadakan di tujuh kota lainnya.

Pementasan drama tidak termasuk dalam hal yang membutuhkan ijin dari pihak kepolisian, cukup hanya memberikan surat pemberitahuan pelaksanaan. Namun bila pementasan yang bertajuk “Marsinah Menggugat” sampai dilarang oleh pihak keamanan, maka bisa disimpulkan ada hal terlarang dari pementasan tersebut. Apa hal terlarang tersebut? Marsinah, ya, Marsinah adalah kata subversif dalam kemapanan rejim selama ini.

Kondisi Buruh Hari Ini

18 tahun sudah berlalu sejak Marsinah dibunuh dan tanpa peradilan yang berpihak padanya, kondisi buruh masih juga belum membaik. Bila membaca pernyataan yang dikeluarkan oleh Konfederasi KASBI pada Hari Buruh Sedunia tahun 2011 ini tergambarkanlah situasi dunia dan kondisi kaum buruh hari ini.

Labor Market Flexibility (Sistem Pasar Kerja yang Lentur) yang diterapkan oleh rezim Neolib menurunkan sistem kerja kontrak dan outsourcing yang semakin melemahkan posisi buruh di dalam pekerjaannya, belum lagi perekonomian yang masih berorientasi pada penanaman modal asing mengakibatkan upah rendah masih menjadi sebuah opsi utama.

Kepentingan untuk menarik para penanam modal dan pelancaran sistem yang kapitalistik meminggirkan tugas negara yang sudah diamanatkan dalam naskah-naskah kemerdekaan dan perundangan dasar, yaitu mensejahterakan rakyat, seluruh rakyat tanpa pembedaan, sejahtera yang sesejahtera-sejahteranya!
Meski pun ada hukum yang dianggap mampu melindungi hak-hak buruh, namun dengan lemahnya posisi buruh dalam peradilan negara, maka hukum ini pun gagal menjalankan fungsinya. Lebih tepatnya, hukum di Indonesia memang tidak disusun untuk benar-benar berpihak kepada kaum buruh dan rakyat kecil. Sudah umum diketahui, kasus-kasus perburuhan yang sampai di meja peradilan hampir seluruhnya dimenangkan oleh pihak pengusaha.

Masih banyak sekali perusahaan yang menolak untuk merundingkan dan menandatangai Perjanjian Kerja Bersama antara pengusaha dan buruhnya, karena hal itu akan memberikan kesadaran akan posisi yang lebih tinggi pada buruh. Begitu juga sistem jaminan sosial menjadi semacam lagu nina bobo rakyat kecil pada umumnya dan kaum buruh pada khususnya, memberikan ilusi kesejahteraan dan perlindungan negara.

Kapitalisme, dalam bentuk Neoliberalisme tidak mempertimbangkan buruh dalam posisi yang setara dengan para pemilik modal, buruh hanya dijadikan bagian dari mesin-mesin produksi dan direbut harga kemanusiaannya dan negara telah membantu para pemiliki modal untuk melemahkan kesadaran juang kaum buruh lewat iming-iming permainan kata di lembar-lembar perundangan dan ilusi jaminan sosial.
Jelaslah bahwa selama sistem yang dipakai adalah sistem Neoliberalisme, selama itu pula lah kesejahteraan hanya akan menjadi milik segelintir orang, sementara rakyat kecil tidak akan pernah sejahtera.

Menanti Kebangkitan Massa Marsinah, Menanti Buruh Bertindak!

Melihat keterpurukan posisi buruh dalam alam yang kapitalistik, maka sangat mudah dipahami ketakutan rejim akan munculnya pemberontakan massa buruh. Pada saat beban kehidupan menghimpitm kesadaran para buruh akan situasinya akan meningkat, borok-borok kelakuan rejim terhadap kaum buruh akan semakin jelas terlihat dan dirasakan.

Saat buruh-buruh yang sadar dan penuh api kemarahan ini bangkit dan bersatu, maka dapat kita bayangkan betapa menyeramkannya situasi itu bagi rejim, ini sebabnya mereka berusaha membius kaum buruh lewat hegemoni paradigma perburuhan yang sejatinya hanya penghalusan makna dari perbudakan dan ilusi-ilusi jaminan kesejahteraan.

Di Indonesia, ada ribuan Marsinah yang belum berhasil mereka bunuh. Coba kita ambil kata kunci; “Marsinah”, “Buruh”, “Perempuan”, “Unjuk Rasa Untuk Kenaikan Upah”, “Diculik”, “Dibunuh”, “Keterlibatan Militer”, “Tidak Ditemukan Pihak Yang Bertanggung Jawab”. Lalu mari kita ambil pula beberapa kata kunci kondisi paska kematian Marsinah hingga hari ini; “Buruh”, “Neoliberalisme”, “Upah Rendah”, “Diskriminasi Seksual”, “Hidup Tak Layak”, “Kemiskinan”, “PHK”, “Sistem kontrak dan outsourcing”, “Pengangguran”, “Gerakan Buruh Yang Masih Mengakar”.

Saat mencoba menghubungkan kata-kata kunci dari kedua masa itu, kita ingat juga bahwa dalam sejarah manusia, sudah lazim bahwa satu sosok teraniaya bisa membangkitkan dan menularkan rasa senasib sepenanggungan, begitu pula Marsinah. Kaum buruh yang memiliki kesamaan latar belakang dengan Marsinah tentunya memiliki sentimen kuat atas apa yang dialaminya, karena mencerminkan kehidupan kaum buruh secara umum. Bila sentimen dan kesadaran buruh akan kondisi mereka meluas dan menguat, maka sangat pasti pemberontakan akan terjadi.

Bisa dilihat betapa rezim gentar akan nyala api yang telah dihidupkan Marsinah di dalam jiwa kaum buruh, nyala api yang bila bersatu akan membakar habis kemapanan penindasan mereka, menjatuhkan mereka ke bawah kekuasaan yang sejati, kekuasaan kelas pekerja. Karena hal ini, selamanya Marsinah akan tetap hidup, selamanya Marsinah akan menjadi bagian dari api perlawanan kaum buruh, selamanya Marsinah akan jadi pahlawan kaum buruh, pahlawan kaum tertindas.

Ditangan kaum buruhlah keputusan berada, apakah akan merebut kehidupan yang dipasung oleh rezim atau kah berdiam diri dan tunduk menjadi budak para pemilik modal. Namun karena manusia itu sejatinya adalah sederajat dan memiliki hak yang sama untuk hidup selayaknya manusia, layak yang paling layak tidak hanya cukup makan cukup minum, maka kaum buruh dan rakyat tertindas lainnya harus bangkit melanjutkan perjuangan pemerdekaan kaum tertindas.

Mari kita buat mereka gentar, mari letakkan kemenangan ditangan kelas buruh. Selamat Hari Marsinah, Pahlawan Kaum Buruh! Kobar nyalakan api perlawanannya di bumi persada!
(Sumber: Rakyat Merdeka, 7 Mei 2011, penulis: Jovanka Edwina, Anggota Kolektif Perempuan Pekerja Yogyakarta)

Selasa, 13 Maret 2012

Raffles vs Daendels

Hanya beberapa meter memasuki pintu gerbang Kebun Raya Bogor kita akan mendapati sebuah bangunan berbentuk bundar. Bangunan ini merupakan tugu peringatan Olivia Mariamne Raffles, istri tercinta Sir Stamford Raffles, Letnan Gubernur Inggris untuk Jawa dan daerah sekitarnya. Tapi, tugu peringatan ini bukan merupakan makam Olivia yang meninggal 26 Nopember 1814 dalam usia 43 tahun. Olivia sangat berjasa dalam mengembangkan Kebun Raya Bogor. Ia dimakamkan di Gereja Lama di Jakarta Kota yang kini jadi Museum Wayang. Kemudian pemakaman Kristen ini dipindahkan ke Kebun Jahe Kober (Jl Tanah Abang I). Kala itu letaknya jauh di luar kota Batavia. Jenazah dan iring-iringannya harus diangkut ke pemakaman dengan perahu melalui kali Krukut. Kemudian dari tepi sungai ini (di belakang Departemen Informasi dan Komunikasi yang sebelumnya gedung Deppen), jenazah dijemput kereta jenazah berkuda untuk diangkut ke pemakaman yang jaraknya sekitar 100 meter.

Thomas Jefferson dalam bukunya Raffles Sang Pejuang melukiskan Olivia Raffles adalah seorang perempuan pintar dan mengagumkan. Tidak heran walau usia istri Raffles ini terpaut 10 tahun lebih tua dari suaminya ini, tapi Raffles sangat mengagumi dan menyayanginya. Kematian Olivia dituliskan membawa duka mendalam bagi Raffles. Raffles sendiri (1811-1816) selama di Jawa lebih menyukai tinggal di Istana Buintenzorg (Bogor) yang berhawa sejuk ketimbang di Batavia. Meskipun ia membangun rumah di Rijswijk (Jl Veteran) yang kini menjadi Bina Graha, tempat kerja kepala negara. Raffles sangat berminat pada sastra dan budaya. Ia pandai berbahasa Melayu dan jauh sebelum invasi Inggris ke Batavia ia lebih dulu mempelajari karakter para sultan dan ningrat pulau Jawa dan Melayu. Raffles ditugaskan (1810) oleh Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di Hindia Timur yang bermarkas di Kalkutta (India) untuk memberikan laporan sampai sejauh mana kekuatan Marsekal Herman Willem Daendels.

Apakah kebangsawanan Jawa, pangeran atau keraton akan mendukungnya bila Inggris melakukan invasi ke Jawa? Demikian ia membuat analisis sebelum datang ke Jawa. Sifat Raffles berlainan dengan Daendels yang bertangan besi dan sangat dibenci bukan saja oleh kalangan pribumi, tapi juga Belanda sendiri. Oleh sekretarisnya, Abdullah, Raffles dilukiskan sebagai pria yang paling santun dalam pergaulan dengan orang lain. Atas penugasan yang sangat rahasia itu Raffles menyarankan kekuatan 3000 pasukan Eropa, 6000 perajurit India, 500 kavaleri, dan artileri kereta kuda sebagai jumlah yang sudah memadai untuk menaklukkan Jawa. Walaupun ia memperkirakan kekuatan Prancis dan Belanda sekitar 14 ribu pasukan. Ia mengusulkan bulan Mei waktu yang tepat untuk mulai invasi ke Jawa. Namun, peta perjalanan kapal tidak melalui garis lurus dari Malaka ke Batavia yang jaraknya sekitar 650 mil.

Ia memilih lewat rute Borneo (Kalimantan) yang berjarak lebih dari seribu mil dari Penang. Dari sini ia kemudian menyusuri pantai barat Borneo dan menyeberangi kanal yang memisahkannya dari Jawa berjarak 1300 mil. Panjang seluruh rute menjadi 2450 mil dibandingkan dari Malaka yang cuma sejauh 650 mil. Ekspedisi pasukan Inggris ini berlangsung dari 18 Juni 1811 hingga minggu pertama Agustus atau sekitar satu setengah bulan. Yang menarik dalam perjalanan ini mereka menemukan Singapura yang kala itu masih bernama Tumasek. Pulau yang penuh rawa dengan populasi Melayu yang sangat sedikit ini kelak dibangun Raffles hingga kemudian menyaingi Batavia. Pada 4 Agustus seluruh pasukan sudah mendarat di Batavia (melalui Cilincing, Jakarta Utara). Pasukan ini mendarat tanpa adanya perlawanan dan dapat merangsek kekuatan Prancis dan Belanda hingga ke benteng Meester Cornelis (Jatinegara). Tentara Inggris dan tentara India yang bernaung dibawah Inggris diinstruksikan untuk tidak menyakiti penduduk dan mengambil secara paksa harta mereka. Peraturan ini dipatuhi pasukan Inggris.

Dan pada 11 September 1811 Raffles ditunjuk jadi Letnan Gubernur di Hindia. Sebetulnya ketika Daendels tiba di Batavia pada 1 Januari 1808 ia mendapat tugas dari Napoleon untuk mempertahanakan Jawa dari invasi Inggris. Waktu itu keadaan Batavia tidak sehat. Ia bukannya memindahkan ibukota ke daerah pegunungan yang lebih nyaman, malah membangun istana, tempat tinggalnya yang baru di di Bogor yang kala itu merupakan daerah pegunungan yang indah dan berhawa sejuk. Untuk itu Daendels melakukan perjalanan pulang pergi dari Bogor ke Batavia dengan kereta berkuda. Istana Bogor yang juga dinikmati oleh Raffles ini dulu terletak di perbatasan sebuah perkebunan kopi. Selama masa jabatannya yang singkat di Hindia, Daendels disibukkan persiapan untuk menghadapi invasi Inggris yang kedatangan angkatan bersenjatanya telah ditunggu-tunggu sejak ia tiba di Batavia.

Kecintaannya pada Napoleon (Prancis) telah dibuktikan dengan tiga hari setelah Belanda ditaklukkan Napolen ia memintakan pemasangan bendera Prancis di seluruh kota Batavia. Kebengisannya masih tersisa hingga sekarang ini berupa puing-puing bekas Istana Surosowan di Banten yang telah dihancurkannya. Hanya karena Sultan Banten menolak permintaannya untuk mengerahkan rakyat kerja rodi membangun jalan pertahanan di Ujung Kulon. Tapi, ia berjasa dalam membangun kawasan Weltevreden yang peninggalannya hingga sekarang masih berdiri tegak. Di samping Istana Bogor, ia juga membangun sebuah istana di Lapangan Banteng yang kini menjadi gedung Departemen Keuangan. Bahkan, berkat Daendels kini kita memiliki lapangan terbesar di dunia yang kini bernama Monas.


Liem Swie King, The King Smash



Sebagai pemain bulu tangkis dia dapat dikatakan sebagai pemain yang serba lengkap. Dengan permainan net yang tajam dan halus, stroke-nya lengkap, smash-nya keras kerap membuat lawan-lawannya kalang kabut. Dilakukan sambil melayang, shuttlecock dipukul saat tubuh belum menyentuh tanah. Smash yang dilakukan sambil meloncat juga menjadi trade mark tersendiri dengan sebutan King Smash. Perkenalkan: Liem Swie King!

Pada malam yang bersimbah keringat itu dia berhasil mengalahkan maestro bulu tangkis Indonesia, Rudy Hartono. Pada pertandingan final All England 1978 itu terjadi all Indonesia final. Dan itulah pertama kali King menjadi juara All England. Dan sejak saat itulah Liem Swie King memyedot animo dari para pecinta bulu tangkis Indonesia, namanya mulai disegani lawan.

Bulu tangkis adalah kegemaran King sejak kecil. Pria yang lahir di Kudus 28 Februari 1956 itu mengaku, dulu ketika akan bermain dia memasang sendiri net di lapangan. King juga ingat betapa sikap keras ayahnya. Sudah barang tentu Sang Ayah akan marah besar setiap kali dia pulang dengan tertunduk karena kalah. Itulah yang memacu dirinya untuk bisa menjadi juara.

Dari sebuah gudang pabrik rokok Djarum itulah semua cerita dimulai. Gudang yang pada pagi hingga siang digunakan sebagai tempat produksi. Pada sore harinya, setelah hiruk pikuk pekerjaan melinting rokok selesai, kemudian disulap menjadi lapangan bulu tangkis. Tidak hanya karyawan tetapi juga masyarakat umum, termasuk Liem Swie King berlatih di antara aroma sisa-sisa tembakau. Di antara orang-orang yang berlatih itulah, CEO PT Djarum Budi Hartono yang juga penggemar bulu tangkis mengamati perkembangan Liem Swie King. Dia lalu menginstruksikan kepada King untuk latihan servis dengan sasaran ke sudut-sudut jauh base-line. Pada setiap sudut ditempatkan sebuah tong kecil dan setiap bola servis yang masuk ke tong diperhitungkan jumlahnya.

Terkesan dengan bakat King, Budi Hartono kemudian meminta Agus Susanto yang juga kakak iparnya untuk melatih King lebih serius. Sebagai hasilnya pada 1972, di Piala Moenadi, King keluar sebagai juara tunggal putra yunior. Itu adalah gelar pertamanya di dunia bulu tangkis. Setahun berikutnya, King menjadi runner-up PON 1973 di Jakarta. Pada tahun itu PB PBSI memanggilnya ke Pelatnas di Senayan.

Sejak itulah perlahan-lahan King menjelma menjadi King Smash. Dia meraih gelar kejuaraan bulu tangkis bergengsi All England pada 1978, 1979, dan 1981, dan termasuk secara beregu membawa lambang supremasi bulu tangkis beregu putra Piala Thomas tahun 1976, 1979, dan 1984. Gelar kemenangan Swie King menjadi puluhan bila ditambah dengan turnamen “grand prix” yang lain. King juga menyumbang medali emas Asian Games di Bangkok 1978, dan enam kali membela tim Piala Thomas.

Tapi dia hanya manusia yang tidak pernah sempurna. Banyak pengamat menilai dia punya kekurangan pada mentalnya. Menjelang final All England 1980, setelah lampu-lampu dipadamkan dia tidak segera bisa tidur. Memikirkan lawan perkasa yang sudah garang menantinya: Prakash Padukone dari India. Kemudian King kalah. King juga pernah diskors PBSI. Dia terlambat datang di partai tunggal putra SEA Games melawan Lee Hai Thong dari Singapura, akibatnya dia dinyatakan kalah WO. Skorsing 3 bulan adalah waktu yang terlalu lama, apalagi bagi seorang atlit yang haus gelar. Dalam masa skorsing itulah, pemuda yang sesungguhnya pemalu itu tiba-tiba terjun di dunia film. Ia bermain dalam film Sakura Dalam Pelukan, mendampingi Eva Arnaz yang sexy itu.

Mei 1984, pada kejuaraan bulu tangkis beregu Piala Thomas melawan Cina, lewat pertarungan seru di Kuala Lumpur, King yang bermain di tunggal pertama dan diharapkan membawa kemenangan, sekaligus memudahkan jalan bagi pemain selanjutnya ternyata dia kandas. Ia kalah rubber set 15-7, 11-15, 10-15 dari pemain Cina yang jadi musuh bebuyutannya, Luan Jin, tapi Piala Thomas berhasil diboyong. Demikian juga beberapa waktu sebelumnya, di arena All England, King juga gagal. Tapi kali ini dia dihentikan pemain tangguh Denmark, Morten Frost Hansen. Dari serangkaian kegagalan tersebut, King akhirnya memutuskan mundur dari percaturan bulu tangkis tunggal perseorangan, setelah berkiprah selama 15 tahun.

Kini ayah dari Alexander, Stephanie dan Michelle, serta istri Lucia Sumiati Alamsah ini mengisi harinya dengan berkumpul bersama keluarga. Setidaknya setiap seminggu dua kali dia masih sempat bermain tenis sambil mengelola bisnis perhotelan dan spa di Jakarta. Ironisnya ketiga anak Liem Swie King tidak tahu bahwa ayahnya adalah seorang legenda bulutangkis Indonesia.

(Sumber: Dekade80)

Mak Comblang, Si Tukang Ngejodoin

Istilah ‘jodoh di tangan hansip’ masih cukup populer sekarang. Maksudnya, sebagai ejekan terhadap para muda dan mudi yang kawin setelah sebelumnya ditangkap hansip karena sedamg ‘bermesraan’. Umumnya terjadi pada tengah malam. Tapi, sekarang hansip yang punya tugas jaga keamanan dan ketertiban kampung tidak perlu lagi mencampuri urusan demikian. Sekarang bukan rahasia lagi hubungan sebelum nikah seolah-olah menjadi hal biasa. Meminjam istilah psikolog terkenal, Sartono Mukadis, muda-mudi kita sudah lebih matang di bidang seks. Terlihat dalam sinetron dan berbagai tayangan di televisi yang melibatkan muda-mudi sejak SLTP. Padahal, kemandirian mereka jauh lebih mundur dibanding muda-mudi angkatan sebelumnya.

Dalam ihwal perjodohan ini, di masyarakat Betawi dikenal adanya ‘Mak Comblang’. Istilah kerennya mediator atau perantara dalam hal perjodohan muda-mudi. Maklum, sampai 1950-an cukup banyak gadis yang masih dipingit. Untuk keluar rumah saja mesti ditemani keluarga atau pembantu. Tapi, ada acara khusus seperti pesta perkawinan atau ‘keriyaan’ si gadis yang sudah disiapkan berdandan dan bersolek seindah mungkin tidak jarang ditaksir si ibu untuk jadi calon mantu. Bahkan, tidak jarang si pemuda yang naksir dan minta dikawinkan oleh gadis idamannya. Nah, di sinilah diperlukan adanya Mak Comblang. Sesuai namanya, dia perempuan berumur (paruh baya) dan sudah memiliki keahlian terampil dalam mencari calon menantu.

Tiap keluarga yang akan dikunjungi Mak Comblang akan menampilkan anak gadisnya setelah lebih dulu didandani seindah mungkin. Si ibu pun sudah menyiapkan hidangan istimewa untuk Mak Comblong dan rombongan. Ketika terjadi pembicaraan antara orang tua dan Mak Comblang, si gadis lebih dulu masuk ke kamar. Setelah terjadi kecocokan, sang jejaka pun sudah berani datang ke rumah si gadis ngelancong. Ngelancong pertama kali biasanya si jejaka ditemani kawannya. Ia belum berani datang sendiri. Dalam ngelancong ini si jejaka belum bertemu secara langsung dengan gadis pujaannya karena tujuannya adalah memperkenalkan diri kepada keluarga si gadis.

Apalagi, ‘colak-colek’ seperti pacaran sekarang. Setelah itu ngelancong agak sedikit lebih bebas. Tapi, tetap masih dalam pengawasan orang tua si gadis. Setelah segalanya berjalan lancar, terjadilah acara melamar berupa permintaan resmi dari keluarga pria kepada keluarga wanita. Saat itu juga keluarga pria akan mendapat jawaban dari pihak wanita, apakah lamarannya diterima atau ditolak. Kemudian, dilanjutkan dengan tanda putus atau tunangan. Yang berarti calon none mantu telah terikat dan tidak lagi dapat diganggu oleh pihak lain. Begitu pula dengan calon tuan mantu. Setelah itu dilanjutkan dengan akad nikah. Masyarakat Betawi biasanya menyelenggarakan akad nikah hari Jumat.

Alasannya, pada hari Jumat orang Betawi tidak pergi jauh-jauh dari rumahnya karena ada kewajiban Shalat Jumat. Sebelum akad nikah diadakan acara ‘bawa tanda putus’. Pada acara ini diserahkan bawaan tanda putus. Setelah acara ini ditentukan hari dan tanggal pernikahan. Mahar atau mas kawin menjadi pembicaraan pokok. Pada tempo doeloe dengan mendengar permintaan dari pihak calon none mantu, seorang utusan dari keluarga tuan calon mantu akan segera memahami berapa jumlah biaya yang diperlukan. Ada pun ketika menyebut maharÿ20atau mas kawin, orang Betawi punya tatakrama sendiri. Dia tidak akan menyebut langsung apa dan berapa permintaan yang diinginkan. Biasanya pihak calon none mantu mengutarakannya dengan gaya bahasa atau ungkapan yang tersirat.

Misalnya, ”None kita mintanye mate bandeng seperangkat.” Berarti pihak si gadis menghendaki mas kawin seperangkap perhiasan emas bermata berlian. Jika pihak gadis mengatakan, ”None kita mintanye mate kembung seperangkat”, berarti mas kawin yang diminta seperangkat perhiasan emas bermata berlian. Ketika pihak pengantin pria menyerahkan tanda putus, beberapa jenis bawaan yang mengiringi mahar, antara lain sirih nanas lamaran yang melambangkan pernyataan rasa hormat dan ungkapan rasa gembira pihak keluarga pria kepada calon besar. Bawaan lain adalah miniatur masjid berisi jumlah uang lamaran. Masjid sendiri diartikan sebagai lambang keteguhan akidah Islamiyah. Tidak boleh ketinggalan sepasang roti buaya yang perempuannya menggendong seekor buaya kecil (anak buaya) di punggungnya.

Ini sebagai lambang telah berakhirnya masa bujangan dengan melaksanakan pernikahan. Buaya menurut pengertian orang Betawi adalah jenis satwa yang ulet, panjang umur, kuat, dan juga termasuk satwa yang sabar dan setia. Tapi, buaya, seperti dikemukakan tokoh Betawi KH Irwan Sjafi’ie, melambangkan sifat orang Betawi yang sabar dan santun, tapi akan bertindak tegas bila diganggu. Biasanya pada malam resepsi yang sampai 1960-an diadakan di rumah-rumah dengan mamasang pelampang diadakan malam hiburan. Ada yang diimeriahkan oleh orkes gambus atau orkes melayu. Maka, sejumlah pemain dangdut kala itu, seperti Johana Satar, Ellya Khadam, Elvie Sukaesih, M Mashabi, dan Munif Bahasuan, terlihat manggung di pesta pernikahan di kampung-kampung. Belum ada wanita yang berani joget di panggung saat itu.

(Sumber: Alwi Shahab, Wartawan Republika )

Playboy Batavia Dihukum Gantung

Memasuki kawasan Glodok setelah melewati Pancoran terletak Jalan Toko Tiga. Kita tidak tahu dinamakan demikian. Tapi ada yang menyebutkan awalnya merupakan jalan dengan tiga toko. Orang Tionghoa menyebutnya Sha Keng Tho Kho. Dahulu di Jalan Toko Tiga Glodok, terdapat sejumlah toko tembakau, yang sekarang masih dapat kita jumpai dalam jumlah tidak banyak.

Paruh pertama abad ke-19, tepatnya pada 1830′an, di kawasan Toko Tiga terdapat sebuah toko tembakau terbesar di Batavia. Pemiliknya adalah Oey Thay, yang berasal dari Pekalongan. Waktu itu dagang tembakau sangat menguntungkan. Maklum di Batavia sebagian besar warganya memakan sirih. Hingga di rumah-rumah terdapat tempat sirih dan tempolong untuk membuang ludah sirih. Oey Thay sangat dikenal dan disegani masyarakat. Ia memiliki empat anak, satu wanita yang kemudian menikah dengan putra Bupati Pekalongan. Karena kedekatannya dengan Mayor der Chinezen, ia pun diangkat sebagai Lieutnan der Chinezen, untuk kawasan Kali Besar. Kala itu, pemimpin masyarakat Tionghoa diberi pangkat tituler: Mayor, Kapten, dan Letnan.

Oey Thay meninggal dalam usia 50 tahun, meninggalkan harta warisan bejibun bagi keluarganya. Beberapa bidang tanah sangat luas di Pasar Baru, Curug, Tangerang dengan sewa 95 ribu gulden setahun. Waktu itu dengan uang 10 gulden orang sudah bisa hidup sederhana. Selain itu, ia mewariskan sejumlah rumah, uang, perhiasan yang jumlahnya melebihi dua juta gulden. Hanya beberapa gelintir orang yang dapat dihitung dengan jari yang memiliki kekayaan sebesar itu.

Harta warisan yang konon tidak habis untuk tujuh turunan ini, membuat salah seorang putranya, Oey Tambahsia lupa diri. Berbekal dengan ketampanan yang luar biasa, Oey menjadi seorang remaja yang gemar berfoya-foya, dan mengejar para wanita. Ia kerap menghabiskan waktu berkuda keliling kota dengan pakaian mewah, ditemani beberapa centeng. Di kudanya yang diimpor dari Australia, Oey muda dengan matanya jelalatan mencari gadis-gadis molek untuk dirayunya. Tak sedikit keluarga yang menyembunyikan anak gadisnya dibalik pintu rumah tertutup dapat karena takut terlihat pria hidung belang ini.

Ia juga dikenal sebagai orang yang suka menghambur-hamburkan uang. Di Jalan Toko Tiga, terdapat sebuah sungai yang kala itu airnya masih jernih. Tiap pagi, saat Oey Tambahsia buang air besar di kali tersebut, belasan orang menunggunya. Karena saat ia cebok menggunakan uang kertas untuk membersihkannya. Saat itu mereka yang telah menunggunya, saling rebutan. Hingga seringkali sampai ada yang luka-luka.

Setelah mencari gadis yang akan dijadikan umpan, sang playboy kemudian mengalihkan operasinya ke daerah Senen. Secara kebetulan, ia melihat seorang gadis molek dari keluarga Sim saat muncul dari balik pintu. Padahal ketika itu, gadis-gadis Tionghoa, seperti juga pribumi dipingit. Sulit keluar rumah tanpa ditemani orang tua dan kerabatnya. Gadis itu akhirnya menjadi istrinya.

Pesta pernikahannya disebut-sebut sebagai pernikahan terbesar yang tak ada tandingannya di Batavia. Begitu meriahnya pesta perkawinan memanggil wayang Cina, tayuban, arak-arakan, dan kembang api. Tidak tanggung-tanggung pesta ini berlangsung selama beberapa hari. Karuan saja membuat Mayor Cina Tan Eng Goang yang tinggal di jalan yang sama jadi geram. Demikian pula Dewan Cina yang merasa dilangkahi karena Oey mengadakan pesta dan menutup jalan tanpa meminta izin kepadanya.

Ternyata pesta besar dan meriah tidak menjamin kelanggengan rumah tangga suami istri ini. Hanya berlangsung beberapa minggu saja setelah perkawinan, istrinya di sia-siakan. Si tampan kembali pada kebiasaannya berfoya-foya. Ia memiliki vila di Ancol bernama Bintang Mas. Tempat ia melampiaskan hawa nafsunya. Bahkan, saat berada di Pekalongan untuk menghadiri acara keluarga, ia jatuh cinta pada seorang pesinden. Perempuan ini dibawa ke Batavia. Ketika kakak Gunjing bernama Sutedjo datang ke Batavia, Oey menjadi cemburu. Karena Guncing minta kakaknya tinggal bersama mereka dan memberikan kain batik buatannya sendiri. Oey pun memerintahkan dua orang kaki tangannya untuk menghilangkan Sutedjo.

Harta dan kekuasaan telah membutakannya. Ia menjadi pembunuh berdarah dingin. Ia juga telah menghilangkan nyawa menantu Mayor Cina yang menjadi pesaingnya dibidang bisnis. Masih banyak lagi kejahatan yang dilakukannya. Hingga akhirnya ia pun dijatuhi mati dengan cara digantung. Ketika ia naik ke tiang gantungan, Oey Tambahsia berjalan tegak dengan tangan terikat. Sang algojo kemudian menendang dingklik (tempat pijakan kaki yang dipakai berdiri). Dan terjeratlah leher Oey, terkapar dan mati dalam usia 31 tahun.

Kisah yang pernah terjadi di Jakarta tempo doeloe, Ahad (17/4/2005), telah digelar kembali di Gedung Museum Sejarah Jakarta di Jalan Falatehan, Jakarta. Gedung ini dulunya merupakan Balaikota Batavia. Di gedung ini ditemukan penjara dan ruang pengadilan. Di gedung inilah Oey digantung dan diadili. Ratusan penonton yang ikut nimbrung acara pegelaran, seolah-olah melihat Oey Tambahsia hidup kembali. Seperti dikatakan Kepala Museum Sejarah Jakarta, kalau kali ini kami ingin menghadirkan kehidupan masayrakat Tionghoa, karena mereka merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Batavia masa lalu. Ini merupakan pagelaran kelima dalam bentuk teater yang diselenggarakan Museum Sejarah Jakarta.

(Sumber: Alwi Shahab, wartawan Republika. 23 Apr 2005 )

Sejarah Kota Surabaya

Surabaya secara resmi berdiri pada tahun 1293. Tanggal peristiwa yang diarnbil adalah kemenangan Raden Wijaya, Raja Pertama Mojopahit melawan pasukan Cina.

Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak lama. Saat Itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya.

Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kernerdekaan. Puncaknya pada tanggal l0 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang saat itu rnenjadi sirnbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap Tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Pahlawan.
Hingga saat ini bekas-bekas masa penjajahan terlihat dengan masih cukup banyaknya bangunan kuno bersejarah di sini.

Asal kata “SURABAYA” dan Simbol “SURA” dan “BAYA”
Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasati tersebut terungkap bahwa Surabaya (churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Brantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai Brantas.

Surabaya (Surabhaya) juga tercantum dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Prapanca tentang perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada tahun 1365 dalam pupuh XVII (bait ke-5, baris terakhir).

Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M (prasasti Trowulan) & 1365 M (Negara Kertagama), para ahli menduga bahwa Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tsb.

Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman baru bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain mengatakan bahwa Surabaya dulu bernama Ujung Galuh.

Versi lain mengatakan bahwa nama Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon setelah mengalahkan tentara Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah kraton di Ujunggaluh, dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu Buaya, Jayengrono makin kuat dan mandiri sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kesaktian dilakukan di pinggir Sungai Kalimas dekat Paneleh. Perkelahian adu kesaktian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal kehabisan tenaga.
Kata “Surabaya” juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang perjuangan antara darat dan air, antara tanah dan air. Selain itu, dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan Suro (Sura) dan Boyo (Baya atau Buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa nama Surabaya muncul setelah terjadinya peperangan antara ikan Sura dan Buaya (Baya).

Supaya tidak menimbulkan kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 tentang penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Keputusan tersebut menetapkan tanggal 31 Mei 1293 sebagai tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal tersebut ditetapkan atas kesepakatan sekelompok sejarawan yang dibentuk oleh pemerintah kota bahwa nama Surabaya berasal dari kata “sura ing bhaya” yang berarti “keberanian menghadapi bahaya” diambil dari babak dikalahkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293.

Tentang simbol kota Surabaya yang berupa ikan sura dan buaya terdapat banyak sekali cerita. Salah satu yang terkenal tentang pertarungan ikan sura dan buaya diceritakan oleh LCR. Breeman, seorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada tahun 1918.

Masih banyak cerita lain tentang makna dan semangat Surabaya. Semuanya mengilhami pembuatan lambang-lambang Kota Surabaya. Lambang Kota Surabaya yang berlaku sampai saat ini ditetapkan oleh DPRS Kota Besar Surabaya dengan Putusan no. 34/DPRDS tanggal 19 Juni 1955, diperkuat dengan Keputusan Presiden R.I. No. 193 tahun 1956 tanggal 14 Desember 1956 yang isinya :

1. Lambang berbentuk perisai segi enam yang distilir (gesty leerd), yang maksudnya melindungi Kota Besar Surabaya.
2. Lukisan Tugu Pahlawan melambangkan kepahlawanan putera-puteri Surabaya dalam mempertahankan Kemerdekaan melawan kaum penjajah.
3. Lukisan ikan Sura dan Baya yang berarti Sura Ing Baya melambangkan sifat keberanian putera-puteri Surabaya yang tidak gentar menghadapi sesuatu bahaya.
4. Warna-warna biru, hitam, perak (putih) dan emas (kuning) dibuat sejernih dan secermelang mungkin, agar dengan demikian dihasilkan suatu lambang yang memuaskan.

Sumber :Handinoto, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940, Andi, Yogyakarta, 1996 (Website lama)

Tentang Istilah Orde Baru dan Orde Lama

Orde baru, sebuah istilah untuk menyebutkan masa pemerintahan Soeharto selama 32 tahun, masih melekat kuat dalam ide-ide politik dan penulisan sejarah. Istilah ini pun masih seringkali dipergunakan oleh kaum pergerakan, dalam artikel-artikel mereka, selebaran, pernyataan politik, dan sebagainya. Saya pun seringkali menggunakannya, sebelum ini.

Karena itu, tanpa disadari, proses penaklukan ide-ide berjalan terus dan berusaha memutus setiap harapan untuk keluar dari jebakan kesalahan penulisan sejarah. Ini adalah salah satu monumen penindasan rejim Soeharto yang masih berdiri kokoh, jarang digugat, dan kurang tersentuh perdebatan.
Pemunculan Istilah Orde Baru dan Orde Lama

Soeharto menggunakan istilah “orde baru” untuk kekuasaannya, sesuatu yang dibedakan dengan orde lama dan kerapkali ditimpakan kepada era-Soekarno. Orde baru, dalam kacamata rejim Soeharto, merupakan koreksi total terhadap penyimpangan orde lama, pemerintahan Soekarno.

Bagi Soeharto dan pendukungnya, Soekarno bukan hanya dekat dengan PKI, tetapi juga dianggap penyebab kemerosotan ekonomi sekalipun utang luar negerinya tidak mencapai 10 miliar USD, menyebarnya praktik korupsi, dan lain sebagainya. Sebaliknya, orde baru dianggap sangat baik, orde yang akan menjalankan pembangunan.

Tidak jelas siapa yang pertama kali memunculkan dan siapa yang memunculkan label itu. Ada yang mengatakan, istilah Orde Baru lahir begitu saja pada saat maraknya aksi mahasiswa anti-Soekarno di awal tahun 1960-an. Namun, ada juga yang mengungkapkan, orde baru merupakan istilah yang diimpor dari luar negeri.

Setelah memeriksa Wikipedia, orde baru memang mengacu ke banyak hal, mulai dari nama group band di Inggris, nama album, nama koran kiri yang diasuh Antonio Gramsci, hingga strategi politik Nazi di tahun 1940-an.

Orde baru sendiri, dalam sejarah politik Indonesia, bukan Soeharto yang berkata pertama kali. Jauh sebelumnya, saat Soekarno menyampaikan amanat di HUT Kemerdekaan RI tahun 1962, dia sudah berbicara soal orde baru. Soekarno berkata, “ …justru revolution reject yesterday! Revolusi membuang orde tua, diganti orde baru.”

Jadi, bagi Soekarno, orde baru adalah hasil dari sebuah revolusi, hasil dari sebuah penghancuran tatanan lama dan pembangunan tatanan baru, atau yang sering disebut desktruksi dan konstruksi. Lahirnya orde baru Soeharto tidak melalui revolusi yang demikian itu, melainkan sebuah proses kudeta secara bertahap.
Soekarno Bukan Orde Lama

Ketika istilah orba dan orla mencuat di akhir 1966, Soekarno hanya menjawab; “ saya itu tidak tahu apa ini orde lama atau orde baru. Saya adalah, nah ini jawab saya, orde asli. Orde asli pokok tujuan sumber daripada revolusi.”

Argumentasi di atas, kalau boleh ditafsirkan, menjelaskan sikap Soekarno yang enggan masuk dalam labelisasi orba dan orla. Sebagai seorang yang berpengetahuan luas, Soekarno sangat tahu kekacau-balauan label-label tersebut, dan ia berusaha menjelaskan pandangan tersendiri mengenai posisinya. Soekarno berkata, “sejarah akan membuktikan, bahwa politik yang aku jalankan adalah benar. Yang paling penting adalah membangun jiwa nasional, jiwa bangsa.”

Kalau kita konsisten pada istilah orba sebagai tatanan baru, maka seharusnya memang perlu ada sebuah proses revolusi. Mustahil sebuah tatanan baru tanpa revolusi, apapaun cara dan bentuknya. Soekarno mencintai suatu proses revolusi, dalam pengertian suatu perjuangan jangka panjang rakyat Indonesia untuk mencapai tujuan akhir; masyarakat tanpa penghisapan manusia atas manusia dan tidak ada penghisapan bangsa atas bangsa. Ide dan praktik politiknya tidak hanya berlaku di dalam negeri, namun juga diperjuangkan dalam medan perang internasional.

Saat itu, dunia sedang berkecamuk dengan perjuangan anti-imperialisme dan anti-kolonialisme di mana-mana, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Dia menjadi bagian dari konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Bandung, gagasan pertama soal dunia baru (multipolarisme). Ia membagi dunia dalam dua kubu; kubu lama (Oldefo) dan kubu baru (Nefo).

Nefo adalah embrio tatanan baru (orde baru-nya dunia). New Emerging Forces (NEFO) yang oleh Bung Karno dijabarkan dalam pidatonya, Genta Suara Revolusi (Gesuri, 1963), adalah: “satu kekuatan raksasa yang terdiri dari bangsa-bangsa dan golongan-golongan progresif yang hendak membangun satu Dunia Baru yang penuh dengan keadilan dan persahabatan antar-bangsa…yang penuh dengan perdamaian dan kesejahteraan…tanpa imperialisme dan kolonialisme dan exploitation de l’homme par l’homme et de nation par nation.”

Di dalam negeri, Soekarno sangat menyadari, merdekanya suatu bangsa jajahan mengisyarakatkan adanya penghancuran rantai-rantai politik, belenggu-belengu ekonomi, dan hukum-hukum penjajahan kolonial. Untuk itu, di mata Soekarno, kemerdekaan politik hanyalah “jembatan emas” dalam menuntaskan perjuangan nasional.

Tidak hanya itu, Soekarno menjelaskan bahwa fase revolusi nasional hanya tahapan untuk revolusi selanjutnya, revolusi sosial. Namun, Soekarno menekankan penuntasan revolusi nasional sebagai syarat mutlak sebelum fase revolusi sosial, atau sering dinamakan revolusi panca-muka. “Jangankan masyarakat yang berkesejahteraan sosial, menyusun masyarakat normal saja tak mungkin, sebelum selesainya tugas nasional,” demikian dikatakan Bung Karno.
Sangat jelas, Soekarno ingin membangun Indonesia baru yang merdeka, adil dan makmur, tidak hanya sebagai antitesa terhadap masyarakat kolonial, tapi sebagai kehendak bersama seluruh rakyat Indonesia (marhaen). Suatu susunan masyarakat baru yang dinamainya dengan “sosialisme Indonesia”.
Soeharto Menandai Rekolonialisme

Soeharto berkuasa setelah mendepak Bung Karno, berarti telah menghentikan revolusi itu sendiri. Konsekuensi dari menjatuhkan Soekarno tidak saja berarti berakhirnya revolusi, berakhirnya nation dan character building, tapi lebih jauh disertai penghancuran dan pembersihan tenaga-tenaga anti-imperialis dan anti-kolonialis.

Dalam November 1967, setelah golongan Soekarnois dan PKI benar-benar telah dilumpuhkan, orang-orang Soeharto telah bertemu dengan para kapitalis terbesar dan paling berkuasa di dunia, seperti David Rockefeller, di Jenewa, Swiss. Hadir dalam pertemuan tersebut raksasa-raksasa korporasi barat, diantaranya General Motor, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemen, Goodyear, The International Paper Corporation, dll.

Dalam dua hari pertemuan saja, sejumlah asset dan sumber daya alam strategis seperti hutan, emas, batu-bara, minyak bumi, dsb, telah dibagi-bagi diantara konsorsium korporasi asing itu. Dan, sebagai bonus tambahan, pemerintah Indonesia telah bersedia mengundangkan UU nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing, yang begitu ramah dan baik hati terhadap “perampokan sumber daya” tersebut. Ini merupakan tahap awal dari proses rekolonialisme di Indonesia.

Ketika Soeharto berkuasa, proses nation and character building digantikan dengan indoktrinasi dan pemaksaan kekerasan. Nasionalisme juga sudah diubah menjadi lebih chauvinis, dan disebarkan ke dalam sumsung tulang dan sanubari bangsa Indonesia. “Kesukarelaan” digantikan dengan todongan senjata. Tidak mengherankan, masa pemerintahan Soeharto sangat gelap karena berbagai tindakan pelanggaran HAM.
Tidak berhenti di situ, Soeharto juga mempraktekkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang tiada taranya, hingga mewariskan struktur politik paling korup di dunia hingga hari ini. Menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah diperkirakan 15-35 miliar USD, terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah.

Kalian tentu sudah sangat fasih untuk menghafal dosa-dosa Soeharto di masa lalu, sehingga saya tidak perlu berpanjang lebar untuk mengulang-ulang di sini. Tetapi, pada intinya orde baru ala Soeharto, mengutip istilah Pramoedya Ananta Toer, adalah orde paling tua di dunia.
Istilah Orde Baru dan De-Soekarnoisasi

Penggunaan istilah “orde baru” adalah bagian dari de-soekarnoisme, sebuah proyek untuk menggusur nama besar dan pemikiran Bung Karno dari panggung sejarah perjuangan nasional di Indonesia. Selain istilah “orde baru”, Soeharto juga masih mengadopsi istilah-istilah progressif di masa itu untuk memberi cap progressif pada aksi-aksi dan tindakannya, misalnya pahlawan revolusi, kesaktian pancasila, dan sebagainya.
Ada beberapa pertimbangan, menurut saya, yang membuat Soeharto harus melakukan hal-hal semacam ini; pertama, sangat sulit untuk menggusur ide-ide dan jiwa progressif rakyat Indonesia saat itu, yang telah dibangun sejak perjuangan anti-kolonial hingga puncaknya di tahun 1960-an, hanya dalam waktu singkat. Kedua, sangat sulit bagi siapapun untuk menggusur dan menggantikan Soekarno sebagai simbol dari perjuangan nasional, termasuk kharisma dan perannya sebagai bagian terkemuka perjuangan pembebasan.
Segera setelah PKI dihancurkan dan kekuatan pendukung Soekarno dilumpuhkan, maka proses de-sukarnoisasi segera menyebar seperti penyakit menular. Soeharto, dengan bersikap tangan besi, mulai mengurangi aktivitas berpidato Bung Karno, melarang ajaran-ajaran beliu, dan bahkan mengucilkannya dari kehidupan politik.

Pada bulan Juli 1967, para panglima Kodam se-Jawa telah berkumpul dan membuat deklarasi yang dikenal dengan istilah “tekad jogja”, yaitu tekad para panglima Kodam se-jawa untuk menjalankan de-sukarnoisasi.
Pernah, dalam tahun 1984, ketika Nugroho Notosusanto menerbitkan buku “pejuang dan prajurit”, wajah Bung Karno tidak nampak dalam gambar pengibaran bendera merah putih saat proklamasi 17 Agustus 1945. Ini sangat ironis, seorang proklamator kemerdekaan bangsa, justru hendak dihapus dari buku-buku sejarah.

Kini, setelah banjir bah de-sukarnoisasi menyapu kesadaran rakyat selama puluhan tahun, perjuangan untuk mengembalikan ingatan menjadi sangat penting. Sejarah penting disusun ulang, tidak perlu menunggu inisiatif negara dan elit politik. Dalam proses itu, saya menganggap penting untuk mulai menghapus istilah-istilah salah kaprah Soeharto seperti orde baru, kesaktian pancasila, pahlawan revolusi, dsb, dan memberinya label yang tepat.

Karena itu, masa pemerintahan Soeharto selama 32 tahun jangan lagi disebut orde baru, karena Soeharto tidak membangun tatanan baru atau susunan masyarakat baru, malahan mengembalikan kolonialisme. Demikian pula dengan sebutan “orde lama”, harus disingkirkan jauh-jauh dari keidentikan dengan Soekarno.
Saya menganjurkan, kita sebaiknya menyebut masa pemerintahan Soeharto dengan rejim Soeharto saja atau rejim militeristik. Kata “orde pembangunan” pun harus dibuang jauh-jauh. Kita lebih pantas menyebutnya dengan orde “national and character destruction”. Kalau ditaruh dalam fase perjuangan bangsa Indonesia, maka masa pemerintahan Soeharto dapat dikatakan sebagai era kembalinya kolonialisme barat (rekolonialisme).

(Sumber: Rudi Hartono, Arah Kiri 2009)

Perkembangan Radio di Indonesia

Pada tahun 1933 Mangkunegoro VII dan Sarsito Mangunkusumo mendirikan SRV (Soloscche Radio Vereenging) di Surakarta. SRV sebagai pelopor timbulnya siaran radio yang diusahakan oleh bangsa Indonesia Sendiri. Sedangkan siaran radio pertama diusahakan oleh Hindia Belanda berdiri tanggal 16 Juni 1925 bernama BRV (Batavia Radio Vereenging).


Pada masa pendudukan jepang, siaran radio sepenuhnya digunakan untuk kepentingan militer Jepang. diawal kemerdekaan, siaran radio sangat berguna untuk menyiarkan mengenai proklamasi ke seluruh penjuru negeri.
Tanggal 11 September 1945 diadakan rapat di Jakarta dan dihadiri oleh berbagai kalangan dan menghasilkan :

1. Menetapkan tanggal 11 September 1945 sebagai hari lahirnya RRI.
2. RRI berpusat di jakarta dan mempunyai kantor cabang pertama di Bandung, Surakarta, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Surabaya.
3. Semboyan RRI adalah “sekali di udara tetap di udara”
4. Terpilih sebagai Pemimpin Umum RRI pertama adalah Abdurrahman Saleh.

(Sumber: Perkembangan Radio di Indonesia http://id.shvoong.com/internet-and-techn…)

Sejarah Kalender Jawa

Kalender Jawa adalah sebuah kalender yang istimewa karena merupakan perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan bahkan juga sedikit budaya Barat. Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem kalender kamariah atau lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah (saat itu tahun 1035 H). Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan. Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan. Sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka, diteruskan menjadi tahun 1547 Jawa.

Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah kerajaan Mataram II: seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (=Balambangan). Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini

Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, namun dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, namun di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.Pekan yang terdiri atas lima hari ini disebut sebagai pasar oleh orang Jawa.
Nama-nama hari:
1. Legi
2. Paing
3. Pon
4. Wage
5. Kliwon
Nama-nama bulan
1. Sura/suro
2. Sapar
3. Mulud
4. Bakda Mulud
5. Jumadi Awal
6. Jumadi Akhir
7. Rejeb
8. Ruwah
9. Pasa/poso
10. Sawal
11. Sela/selo
12. Besar
(Sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=61…)

Sejarah Singkat Musik Dangdut

Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik yang berkembang di Indonesia artis. Bentuk musik dangdut ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi).

Perubahan arus politik Indonesia di akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat pada dangdut indonesia termasuk dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an kumpulan artis dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, penyanyi dangdut dan artis dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.

Penyebutan nama “dangdut” merupakan onomatope dari suara permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan didominasi oleh bunyi dang dan ndut. Nama ini sebetulnya adalah sebutan sinis dalam sebuah artikel majalah awal 1970-an bagi bentuk musik melayu yang sangat populer di kalangan masyarakat kelas pekerja saat itu. Hingga saat ini juga sudah banyak management artis dan untuk lagu dangdut di Indonesia.

(Sumber: http://kamissore.blogspot.com/2008/08/se…)

Sejarah Singkat Yogyakarta

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja tas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.

Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.

Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.

Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.

Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah daerah otonomi setingkat Propinsi, satu dari 26 daerah Tingkat I yang ada di Indonesia. Propinsi ini beribukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Yogya(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.

Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potenssi Propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam. Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang pendidikan tersedia di Propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari 33 Propinsi (dulunya 34 Propinsi sebelum Timor Timur keluar dari negara kesatuan Indonesia) di Yogyakarta. Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.

Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

(Sumber: http://frijal.com/sejarah-singkat-yogyak…)

Sejarah perkumpulan sepak bola di Indonesia

Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Sebenarnya selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indo. Alhasil sepak bola paling disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.


Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda sering menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa.

Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang judi. Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.

Pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak Bola Djakarta (Persidja) pada 1925. Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy, Jakpus.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia.
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke-3.

Pada 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia. Pengiriman kesebelasan Indonesia (Hindia Belanda) sempat mengalami hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) yang telah berdiri pada bulan April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain PSSI yang dikirimkan. Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.

Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Di masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan olahraga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.

Tahun 1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang dipertandingkan. Sejalan dengan olahraga permainan, khususnya sepak bola, yang makin populer di masyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olahraga pun meningkat. Di tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di Pasar Baru juga menyediakan peralatan sepakbola.

Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola Inggris dimulai sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris. Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo di beberapa klub Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS; Van den Berg, Hercules, Niezen, dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an.

(Sumber: http://kikigrin.blogspot.com)

6 Negara yang Menggunakan Bahasa Jawa

Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten Cirebon, Yogyakarta, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia.


Republik Suriname (Surinam)dulu bernama Guyana Belanda atau Guiana Belanda adalah sebuah negara di Amerika Selatan dan merupakan bekas jajahan Belanda.

Negara ini berbatasan dengan Guyana Perancis di timur dan Guyana di barat. Di selatan berbatasan dengan Brasil dan di utara dengan Samudra Atlantik.Di Suriname tinggal sekitar 75.000 orang Jawa dan dibawa ke sana dari Hindia-Belanda antara tahun 1890-1939. Suriname merupakan salah satu anggota Organisasi Konferensi Islam.

Sejumlah orang Jawa didatangkan ke Singapura sejak 1825 [Johari, 1965]. Mereka berasal dari Jawa Tengah, dan mereka dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan karet, jalur kereta api dan konstruksi jalan raya. Kampong Jawa, di tepi sungai Rochor, adalah tempat pemukiman pertama orang Jawa di Singapura. Selain Kampong Jawa, Kallang Airport Estate dikenal sebagai tempat pemukiman orang Jawa juga. Di Kallang, mereka hidup berdampingan dengan orang Melayu dan Cina.

Umumnya, mereka sudah berwarga negara Malaysia. Leluhur mereka datang sekitar tahun 1900 karena tekanan ekonomi. Masyarakat Jawa di Malaysia saat ini termasuk generasi ketiga dan keempat. Walaupun masih menggunakan sebagian adat dan kebudayaan Jawa, mereka sudah dianggap Melayu pribumi yang sah sesuai undang-undang Malaysia.

Yang terbanyak tinggal di Negeri Selangor, terutama di kawasan Tanjung Karang, Sabak Bernam, Kuala Selangor, Kelang, Banting, dan Sepang. Mereka masih mengekalkan beberapa unsur Jawa meski tidak total. Di Johor juga banyak, tapi yang muda-muda sudah lupa warisan leluhurnya.

Bahkan sebagian ada yang merasa malu mengakui berketurunan Jawa. Mereka sudah tidak boleh (bisa, Red.) lagi bertutur bahasa Jawa secara baik dengan unggah-ungguh dan tata krama. Ada yang mengekalkan identitas dirinya dengan mewujudkan Persatuan Anak-anak Jawa. Kegiatan keseniannya kuda kepang dan reog, walaupun tidak sehalus di Jawa.

Saat Belanda menjajah Indonesia belanda mengirim orang jawa sebagai budak ke Belanda. Yang unik dalam kasus bahasa Jawa ini adalah minat orang asing terhadap bahasa atau sastra Jawa. Dan, Belanda sebagai negeri bekas penjajah Jawa ternyata menjadi gudang dari orang atau pakar yang punya minat khusus terhadap keberadaan bahasa Jawa.

Universiteit Leiden, universitas tertua di Belanda yang didirikan 1575 merupakan salah satu gudangnya. Di universitas yang didirikan Pangeran Willem van Oranje, tempat dari sekitar 17 ribu mahasiswa menimba ilmu, kita bisa melihat naskah-naskah kuno berhuruf Jawa atau sastra Jawa kontemporer yang masih terawat.

Kaledonia Baru (bahasa Perancis: Nouvelle-Calédonie) adalah sebuah negeri seberang laut milik Perancis terletak di Samudra Pasifik bagian selatan. Juga dinamai Kanaki yang dari nama penduduk asli kepulauan itu. Negara kepulauan ini telah dikuasai Perancis selain Polinesia Perancis. Status ini dikenakan sampai 1998. Namanya berasal dari bahasa Latin Skotlandia. Ibu kotanya ialah Noumea.

Daerah ini dihuni oleh sebagian suku Jawa. Dahulu orang Jawa di Kaledonia Baru menjadi kuli kontrak atau mencari kehidupan lebih baik di negeri asing. Perpindahan orang Jawa di Kaledonia juga sama dengan orang Jawa Suriname, namun kepindahan orang Jawa di Pasifik telah terhenti sejak 1949.

Jumlah penduduk Kaledonia Baru tercatat tanggal 1 September 2006, yaitu: 237.765 jiwa.
Orang Jawa di Kaledonia Baru tetap menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, namun kini anak-anak mudanya sudah tak bisa berbahasa Jawa, hanya bisa berbahasa Perancis saja.

udah pasti bahasa jawa juga di gunakan di Indonesia. bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa adalah bahasa jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten Cirebon, Yogyakarta, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia.